Yakub Tri Handoko, TH.M.
Istilah “Tritunggal” memang tidak ada di dalam Alkitab, tetapi bukan berarti ajaran tentang Tritunggal tidak ditemukan dalam Alkitab. Istilah dan pengertian di dalamnya (tiga Pribadi dalam satu hakekat ke-Allahan) dirumuskan untuk membantu orang Kristen memahami doktrin ini secara lebih mudah. Seandainya doktrin ini ditolak hanya gara-gara istilah yang dipakai tidak ditemukan dalam Alkitab, maka banyak doktrin lain juga harus dibuang, misalnya inerrancy (ketidakbersalahan) Alkitab, dwi-natur Kristus, dsb.
Konsep Tritunggal sudah diajarkan dalam PL, walaupun makna yang ada masih belum terlalu eksplisit. Dalam perkembangan wahyu berikutnya, doktrin ini menjadi semakin jelas.
PL memiliki banyak ayat yang menyiratkan bahwa ada perbedaan Pribadi dalam ke-Allahan. Perbedaan ini tetap tidak meniadakan konsep monoteisme (Allah adalah satu). Kejamakan dan ketunggalan dalam diri Allah sama-sama diajarkan dalam PL.
Teks-teks yang menyiratkan kejamakan dalam diri Allah, sekalipun kata kerja yang dipakai tetap bentuk tunggal.
Kejadian 1:26 “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita”
Kejadian 3:22 “Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat”
Kejadian 11:7 “Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing”
Yesaya 6:11 “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” (kata “Aku” di sini seharusnya “Kami”)
Catatan: dari 4 ayat di atas, Kejadian 1:26 adalah yang paling jelas. “Kita” di ayat ini tidak mungkin merujuk pada Allah dan malaikat, karena di ayat 27 dikatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar-Nya (tunggal), menurut gambar Allah (bukan Allah dan malaikat)
Teks-teks yang menunjukkan adanya dua Pribadi yang sama-sama disebut “Allah” atau “Tuhan”.
Mazmur 45:6-7 “Takhtamu kepunyaan Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanmu adalah tongkat kebenaran. Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu”. Catatan: terjemahan “tahtamu kepunyaan Allah” tidak tepat; seharusnya “tahta-Mu ya Allah” (LXX/KJV/NIV/NASB). Jika ini diterima, maka ada dua Pribadi Allah di sini” yang memegang tahta dan yang mengurapi dengan minyak. Dalam Ibrani 1:8 ayat ini dikenakan pada Kristus dan Bapa.
Mazmur 110:11 “Mazmur Daud. Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: "Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu”. Dalam Matius 22:41-46 Yesus mengutip ayat ini untuk menunjukkan bahwa Mesias adalah Pribadi yang ilahi (dalam konteks PL, yang Daud sebut sebagai “tuanku” pasti bukan manusia, karena Daud adalah pemimpin yang tertinggi.
Yesaya 48:16 “Mendekatlah kepada-Ku, dengarlah ini: Dari dahulu tidak pernah Aku berkata dengan sembunyi dan pada waktu hal itu terjadi Aku ada di situ." Dan sekarang, Tuhan ALLAH mengutus aku dengan Roh-Nya”. Berdasarkan konteks (terutama ayat 3) terlihat bahwa pembicara dalam ayat ini (“Aku”) adalah Yahweh, tetapi Yahweh ini di ayat 16 diutus oleh Tuhan ALLAH (Adonay Yahweh).
Hosea 1:7 “Tetapi Aku akan menyayangi kaum Yehuda dan menyelamatkan mereka demi TUHAN, Allah mereka”. Catatan: ada dua Pribadi dalam ayat ini: Aku yang adalah TUHAN di ayat 6 dan TUHAN, Allah Israel
Maleakhi 3:1 “Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam“ (catatan: dalam ayat ini ada dua Pribadi: Tuhan yang dicari = utusan dan TUHAN semesta alam.
Teks-teks yang menunjukkan bahwa Malaikat adalah TUHAN atau Allah sendiri tetapi Malaikat Tuhan kadangkala dibedakan dari TUHAN
Kejadian 22:11-12 Abraham tidak segan-segan memberikan anaknya kepada Malaikat Tuhan (“kepada-Ku” di ayat 12), padahal di ayat 1&2 yang meminta adalah Allah.
Kejadian 31:11-13 Malaikat Than adalah Allah yang menampakkan diri di Betel
Keluaran 3:2, 6 Malaikat Tuhan di ayat 2 adalah Allah para patriakh di ayat 6
Bilangan 22:35, 38 Malaikat Tuhan di ayat 35 adalah Allah di ayat 38
Keluaran 23:20; 32:34 Allah membedakan diri-Nya dari Malaikat Tuhan
Zakaria 1:12 Malaikat Tuhan berbeda dengan TUHAN semesta Allah yang Dia ajak bicara (bandingkan juga Zak 3:1-2;
Hakim 13:3-21 Malaikat TUHAN dibedakan dari Allah tetapi Malaikat TUHAN juga adalah Allah yang menerima persembahan (ayat 15-21)
Ada beberapa teks dalam PB yang pasti mengajarkan keilahian Yesus. Beberapa usaha untuk menafsirkan teks-teks tersebut secara berbeda terbukti tidak dapat dibenarkan.
Yohanes 1:1 “Firman itu bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”
Dalam ayat ini Firman dibedakan dari Allah (“Firman itu bersama dengan Allah), tetapi Dia juga adalah Allah (“Firman itu adalah Allah”). Beberapa mencoba menafsirkan ayat 1c dalam dua cara untuk menghindari Yesus sebagai Allah:
Yohanes 1:18 “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya”
Terjemahan “Anak Tunggal Allah” didasarkan pada salinan Alkitab yang kurang dapat dipercaya. Salinan yang lebih tua dan bisa dipercaya memakai “Allah yang tunggal”. NIV “God, the One and Only”. Konteks Yohanes 1:18 juga mendukung hal ini (terutama ayat 1).
Yohanes 20:28 “Ya Tuhanku dan Allahku”
Dalam ayat ini Tomas menyebut Yesus sebagai Allah. Fakta bahwa Yesus tidak menegur iman Tomas (hanya cara berimannya yang ditegur) menunjukkan bahwa Yesus menerima sebutan ini. Beberapa orang mencoba menafsirkan pernyataan ini sebagai seruan kekagetan semata-mata (sama seperti “ya Tuhan” atau “my God” pada waktu kita kaget atau mau jatuh). Usulan seperti ini jelas tidak masuk akal: (1) orang Yahudi sangat menghargai nama Tuhan. Mereka tidak mau menyebut naa TUHAN dengan sia-sia; (2) jika ini hanya seruan kekagetan, maka Yesus atau murid-murid lain pasti menegur Tomas; (3) ayat 28a “Tomas menjawab” (bukan “berseru”). Pemakaian kata “menjawab” menunjukkan bahwa seruan Tomas merupakan responnya terhadap ucapan Yesus di ayat 27. Jika Tomas memang kaget, maka dia seharusnya sudah kaget di ayat 26, ketika Yesus tiba-tiba masuk ke dalam ruangan yang terkunci; (4) perkataan Tomas secara khusus ditujukan kepada Yesus. Ayat 28a “Tomas menjawab Dia”. Kalau Tomas hanya sekedar kaget, maka dia pasti tidak menujukan seruan pada orang tertentu.
Kisah Rasul 20:28 “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri”
Dalam ayat ini, terjemahan “darah Anak-Nya sendiri” tidak tepat. Dalam teks Yunani tidak ada kata “Anak” (huios). Jadi, ayat ini seharusnya diterjemahkan “dengan darah-Nya sendiri” (hampir semua versi Inggris, kecuali RSV). Darah siapakah yang dimaksud? Dari konteks terlihat jelas bahwa darah di sini adalah darah Allah (band. “jemaat Allah” --- thn ekklhsian tou qeou).
Roma 9:5 “Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!”
Ayat 5b “Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selamanya” jelas merujuk pada Kristus di ayat 5a. Paulus di ayat ini sedang menjelaskan bahwa nenek moyang bangsa Israel juga adalah nenek moyang Kristus (Mesias) secara daging. Setelah itu Paulus menerangkan bahwa Yesus juga adalah Allah atas segala sesuatu yang harus dipuji selama-lamanya. Perhatikan kesejajaran dalam kalimat Yunaninya:
Ho cristos to kata sarka (Mesias menurut daging)
Ho wn epi pantwn, qeos euloghtos eis tous aiwnas (Yang adalah di atas segala sesuatu, Allah yang terpuji selama-lamanya)
Penggunaan artikel ho di dua frase di atas menunjukkan bahwa dua frase itu merujuk pada pribadi yang sama. Beberapa mencoba menafsirkan bahwa pujian ini ditujukan pada Allah dengan cara meletakkan titik setelah kata “segala sesuatu”. (mesias menurut daging, yang adalah di atas segala sesuatu. Allah yang terpuji selama-lamanya. Amin). Bagaimanapun, usulan ini memiliki kelemahan serius. Dalam doxology Paulus, kata euloghtos (“terpujilah”) selalu muncul sebelum kata qeos (band. 2Kor 1:3; Ef 1:3), sedangkan dalam ayat ini qeos muncul lebih dahulu.
Filipi 2:6 “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”
Dalam teks aslinya, frase “walaupun dalam rupa Allah” secara hurufiah berarti “walaupun terus-menerus berada (present tense) dalam rupa Allah”. Kata “rupa” di sini jelas harus dipahami dalam arti yang seutuhnya, sebagaimana kata yang sama muncul di ayat 7 “mengambil rupa seorang hamba”.
Titus 2:13 “dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus” (teks-teks lain yang mirip dengan ayat ini adalah 2Tes 1:12; 2Pet 1:1)
Ada dua alasan mendasar mengapa “Allah yang mahabesar” dan “Juruselamat” di ayat ini semuanya menerangkan Yesus Kristus. (1) menurut hukum Granville Sharp Rule, dua kata benda yang berada dalam kasus yang sama dan hanya memiliki artikel di depan kata yang pertama, maka keduanya menunjuk pada sesuatu yang sama yang diterangkan. Karena dalam ayat ini, artikel hanya muncul di depan “Allah yang mahabesar” dan tidak diulang untuk “Jurus Selamat”, maka keduanya menunjuk pada sesuatu yang sama. Sesuai konteks, keduanya menerangkan Yesus Kristus; (2) dalam PB ide tentang penampakan yang mulia di akhir jaman tidak pernah dihubungkan dengan Allah Bapa. Penampakan di akhir jaman selalu dikaitkan dengan kedatangan Yesus Kristus (2Tes 2:8; 1Tim 6:14; 2Tim 1:10; 4:1, 8)
Ibrani 1:8 “Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran”
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah, walaupun Dia dibedakan dari “Allah” di ayat 8. Lebih jauh, di ayat 10 Anak Allah disebut sebagai “Tuhan” yang menciptakan alam semesta.
PB memiliki banyak ayat yang menunjukkan bahwa Yesus adalah Yahweh dalam PL. Hal ini dapat dilihat dalam dua cara: sebutan kurios yang dialamatkan pada Yesus dan kutipan ayat-ayat PL yang diterapkan pada Yesus. Untuk memahami cara yang pertama, kita harus mengerti bahwa sebutan kurios untuk Yesus memiliki makna lain (keilahian), walaupun dalam beberapa konteks sebutan kurios untuk Yesus memang hanya sekedar sapaan hormat (Mat 8:21; 15:27; 17:15; 18:21). Penerjemah Septuaginta (LXX) memilih kata kurios (“Tuhan”) untuk menerjemahkan kata Ibrani YHWH (Yahweh, dalam LAI:TB diterjemahkan dengan TUHAN – huruf besar semua) atau Adonay (kata ini dipakai untuk menggantikan kata YHWH yang tidak boleh diucapkan/dilafalkan). Para penulis Yahudi yang lain – misalnya Philo, Josephus dan penulis Kebijaksanaan Salomo – juga mengadopsi penerjemahan ini. Orang-orang Yahudi pada masa PB yang terbiasa dengan LXX dan tulisan Yahudi lain akan langsung menangkap maksud penulis PB ketika mereka menyebut Yesus sebagai Tuhan, yaitu sebagai YAHWEH di PL. Jadi, ketika Yesus disebut sebagai “Tuhan” (Rom 10:9; 1Kor 12:3; Flp 2:11), sebutan ini bukanlah sebutan yang baru bagi orang Yahudi.
Salah satu argumen untuk menolak keilahian Kristus adalah dari sisi sebutan “Anak Allah”. Mereka yang menolak keilahian Yesus mengatakan bahwa Yesus hanyalah “Anak Allah”, tetapi bukan “Allah Anak”. Dengan kata lain, menurut mereka sebutan “Anak Allah” tidak menyiratkan keilahian Yesus. Apakah benar seperti ini?
Pertama-tama kita harus mengakui bahwa ungkapan “anak Allah” dapat dikenakan pada banyak pribadi, misalnya malaikat (Ay 1:6; 2:1), raja (2Sam 7:14; Mzm 2:7; 89:26-27), imam (Mal 1:6, band. Ibr 5:5-6), bangsa Israel (Ul 14:1; Yes 63:9; Yer 31:9, 20; Hos 1:10; 11:1), Adam (Lk 3:38), orang Kristen (Mat 5:9; Yoh 1:12; Rom 8:14-16, 19, 23; Gal 3:26-4:7; Ef 1:5; 1Yoh 3:1-2; Why 21:7), semua orang (Kis 17:28) dan Yesus. Bagaimanapun, kita tidak boleh melupakan bahwa Alkitab mengajarkan keunikan status Yesus sebagai Anak Allah.
Keunikan status yang dimiliki Yesus terkait dengan natur keilahian-Nya. Keunikan ini pula yang menyebabkan orang-orang Yahudi menganggap klaim Yesus sebagai Anak Allah sebagai sebuah penghujatan.
Dalam bagian ini Yesus ditanya “apakah engkau mesias, Anak Allah?” (ayat 63). Yesus lalu menjawab dengan mengutip Daniel 7:13-14 tentang seorang seperti anak manusia yang datang dari surga dan diberi segala kuasa oleh Yang Lanjut Usia (ayat 64). Spontan, imam besar menganggap jawaban ini sebagai penghujatan dan karena itu Yesus akhirnya disalib (ayat 65-66). Mengapa pengakuan ini dianggap sebagai sebuah penghujatan? Jawaban Yesus menunjukkan bahwa Dia bukan mesias biasa, tetapi Dia berasal dari surga. Jika anggapan imam besar bahwa Yesus telah menghujat adalah salah (Yesus tidak bermaksud menyamakan diri-Nya dengan Allah), maka Yesus dapat mengoreksi kesalahan tersebut sehingga Dia tidak perlu mati di kayu salib hanya gara-gara kesalahpahaman imam besar.
Tujuan penulisan Injil Yohanes adalah membuktikan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Sebutan “Anak Allah” ini dalam pikiran Yohanes pasti sama dengan sebutan Allah. Mengapa? Sebelum tujuan ini dinyatakan, Yohanes memaparkan kisah pengakuan Tomas, seakan-akan kisah ini merupakan klimaks dalam kitabnya. Menariknya, Tomas mengakui Yesus sebagai Allah (20:28). Yohanes juga memulai kitabnya dengan pernyataan bahwa Yesus adalah Allah (1:1). Jika “Anak Allah” tidak menyiratkan keilahian, maka semua yang ditulis Yohanes untuk membuktikan Yesus sebagai Anak Allah (20:20-31) menjadi tidak relevan.
Kata “mesias” (lit. “yang diurapi”) dalam PL dikenakan pada tiga jabatan: nabi (1Raj 19:10), imam (Kel 29:7; 30:30-33) dan raja (1Sam 10:1; 16:13; 24:10). Pengharapan mesianis di kalangan orang Yahudi berkembang seiring dengan waktu. Beragam teks yang dulu dianggap janji-janji Allah yang terpisah, lambat laun dipahami sebagai janji yang mengarah pada satu figur. Beberapa gambaran tentang mesias antara lain: penyelamat, gembala, raja (dari keturunan Daud), dsb.
Dalam PB, sebutan “mesias” bukan hanya menunjuk pada utusan Allah, tetapi Allah sendiri.
Walaupun Alkitab secara jelas mengajarkan keilahian Yesus, namun Alkitab yang sama dengan eksplisit juga menyatakan Yesus sebagai pribadi yang lebih rendah daripada Bapa.
Bagaimana kita menjelaskan fenomena di atas. Ada beberapa jawaban:
Untuk memperjelas hal ini, kita dapat membandingkannya dengan relasi Adam dan Hawa sebelum kejatuhan ke dalam dosa. Keduanya memiliki kesamaan dalam segala hal: sama-sama ciptaan, gambar Allah, berasal dari tanah (atau daging dan tulang rusuk Adam yang sebelumnya diciptakan dari tanah) dan sepadan. Bagaimanapun, di antara keduanya tetap ada perbedaan. Dalam relasi antara keduanya, Adam memiliki posisi yang lebih tinggi:
Kita tentu saja tidak boleh membandingkan relasi Tritunggal secara detil dengan relasi Adam dan Hawa. Ada beberapa aspek yang tidak dapat dibandingkan, misalnya tidak ada urutan waktu keberadaan dalam Tritunggal. Walaupun demikian, perbandingan ini dalam taraf tertentu sangat membantu kita untuk memahami relasi dalam Tritunggal. Bukankah sebagai gambar Allah manusia – laki-laki dan perempuan – dalam taraf tertentu merepresentasikan diri Allah? Sebagai konklusi, kita tidak perlu menekankan perbedaan antara Bapa dan Anak seolah-olah mereka memiliki kualitas hakekat yang berlainan. Sebaliknya, kita juga tidak boleh menyangkal perbedaan relasi di antara keduanya. Bagaimanapun juga Bapa tetaplah Bapa dalam relasi-Nya dengan Anak.
Yang termasuk kategori ini antara lain Yohanes 17:3 “mengenal Engkau satu-satunya Allah yang benar dan Yesus Kristus yang Engkau utus” dan 1Korintus 8:6 “...bagi kita hanya ada satu Allah saja...dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus...”. Apakah teks-teks semacam ini membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah atau memiliki hakekat keilahian yang lebih rendah daripada Bapa? Sama sekali tidak!
Teks-teks yangs eringkali disalahmengerti dan dipakais ebagai argumen untuk menolak keilahian Yesus adalah Amsal 8:22, Kolose 1:15 dan Wahyu 3:14. Berikut ini adalah penjelasan bahwa teks-teks itu tidak mengajarkan bahwa Yesus adalah ciptaan pertama.
Amsal 8:22
LAI:ITB 1974 menerjemahkan ‘TUHAN telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala’ (band. RSV & NRSV). Mengingat ‘hikmat’ di teks ini pada jaman bapa-bapa gereja diaplikasikan untuk Yesus Kristus, maka ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa Yesus hanyalah ciptaan Allah yang pertama.
Pandangan di atas memiliki beberapa kelemahan.
Wahyu 3:14
Mereka yang memakai ayat ini untuk menolak keilahian Yesus telah melakukan kesalahan mendasar:
Kolose 1:15
Dalam bagian ini Yesus disebut sebagai ‘sulung’ di antara ciptaan. Beberapa orang menganggap hal ini sebagai bukti bahwa Yesus adalah ciptaan pertama. Pandangan ini - seperti biasa – tidak memperhatikan cakupan arti kata prwtotokos, konteks Kolose 1 dan ayat-ayat lain dalam PB.
Ay. 15 pertama dari semua ciptaan.
Ay. 16 karena di dalam Dia segala sesuatu diciptakan (termasuk yang di surga = malaikat)
Ay. 16 segala sesuatu diciptakan melalui dan untuk Dia
Ay. 17 Ia ada sebelum segala sesuatu (segala ciptaan)
Ay. 17 Ia menopang segala sesuatu
Dalam Injil Yohanes Yesus beberapa kali mengatakan bahwa Dia keluar (exercomai) dari Bapa. Yohanes 8:42 “Aku keluar (exercomai) dan datang dari Allah”. Yohanes 13:3 “bahwa Ia datang (exercomai) dari Allah dan kembali kepada Allah”. Yohanes 16:27 “dan percaya bahwa Aku datang dari Allah”. Yohanes 16:28 “Aku datang (exercomai) dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia”. Yohanes 16:30 “karena itu kami percaya bahwa Engkau datang (exercomai) dari Allah”. Yohanes 17:8 “mereka tahu benar-benar bahwa Aku datang (exercomai) daripada-Mu dan mereka percaya bahwa Engkaulah yang mengutus Aku”.
Apakah ayat-ayat di atas membuktikan bahwa Yesus tidak self-existent (ada dengan sendirinya)? Apakah kata Yunani exercomai menunjukkan perubahan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada? Jawabannya adalah tidak.
Pertama, kata exercomai yang muncul 30 kali di Injil Yohanes tidak ada yang menyiratkan sesuatu yang dulu tidak ada kemudian menjadi ada. Exercomai hanya menunjukkan perubahan tempat (dari kata ex = keluar dan ercomai = datang).
Kedua, kata exercomai yang dipakai dalam konteks Yesus keluar dari Bapa seringkali disejajarkan dengan konsep Yesus datang ke dunia dari Bapa atau Yesus diutus oleh Bapa ke dalam dunia.
Dari kesejajaran di atas terlihat bahwa arti Yesus keluar (exercomai) dari Bapa adalah perpindahan tempat dari surga ke dalam dunia. Yohanes 3:31 “yang datang (ercomai) dari atas adalah di atas semuanya”. Yohanes 7:29 “Aku datang (ercomai) dari Dia dan Dialah yang mengutus Aku”. Tidak ada indikasi apapun bahwa Yesus pernah tidak ada dan baru ada setelah keluar dari Bapa.
Ketiga, dalam Injil Yohanes “Yesus datang/keluar dari Bapa” dikontraskan dengan “Yesus kembali kepada Bapa”. Yohanes 13:3 “Ia datang (exercomai) dari Allah dan kembali kepada Allah”. Yohanes 16:28b “Aku datang (exercomai) dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa”. Dari keseluruhan Injil Yohanes kita dapat mengetahui bahwa pergi kepada Bapa berarti “naik ke surga” (14:12; 16:10, 17, 28; 20:17). Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa “datang/keluar dari Bapa” = “datang dari surga”, karena “pergi kepada Bapa” = “naik ke surga”. Jadi, sekali lagi exercomai hanya menyiratkan perubahan tempat, bukan perubahan eksistensi. Jika “keluar dari Bapa” dipahami sebagai permulaan eksistensi Yesus, maka - supaya konsisten - “pergi kepada Bapa” juga harus dipahami sebagai akhir dari eksistensi Yesus. Bukankah Alkitab sendiri menyatakan dengan jelas bahwa setelah kenaikan Yesus ke surga Dia TETAP eksis?
Keempat, jika “Yesus keluar dari Bapa” dianggap pada suatu waktu Yesus pernah tidak ada, maka konsep seperti ini bertentangan dengan teologi Yohanes secara keseluruhan. Dalam Yohanes 8:58 Yesus berkata, “sebelum Abraham jadi, Aku telah ada”. Terjemahan LAI:TB untuk ayat ini sangat tidak tepat. Sesuai teks Yunani yang ada, ayat ini seharusnya diterjemahkan “sebelum Abraham dulu ada, Aku terus-menerus ada” (semua versi Inggris “before Abraham was, I am”). Bentuk present tense egw eimi (“Aku terus-menerus ada”) di sini bukan hanya menunjukkan bahwa Yesus sudah ada sebelum Abraham, tetapi Yesus terus-menerus (selalu) ada. Kekekalan ini akan semakin jelas apabila kita menyadari bahwa di ayat ini Yesus sedang menyamakan diri-Nya dengan Yahweh yang menampakkan diri kepada Musa (LXX, Keluaran 3:14 “Aku adalah Aku” = egw eimi ho wn). Dalam kitab Wahyu, Yesus beberapa kali disebut sebagai “Yang Awal dan Yang Akhir” (1:17-18; 2:8; 22:13).
Alkitab secara jelas dan berulang kali mengajarkan bahwa Bapa adalah Allah Yesus. Di atas kayu salib Yesus berseru “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46). Ia berkata kepada Maria, “Bapa-Ku dan Bapamu, Allah-Ku dan Allahmu” (Yoh 20:17). Teks lain berisi ucapan Yesus yang memanggil Bapa sebagai “Allah-Ku” (Ibr 10:7; Why 3:2, 12). Para penulis PB beberapa kali memakai sebutan “Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus” (Rom 15:6; Ef 1:3; 1Pet 1:3). Apakah semua ini membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah dalam arti yang seutuhnya?
Kita perlu memahami bahwa relasi antara Yesus dan Bapa sebagai Allah-Nya berbeda dengan relasi kita dengan Bapa sebagai Allah kita. Ucapan Yesus di Yohanes 20:17 memberi bukti yang cukup jelas terhadap hal ini. Yesus berkata, “Bapa-Ku dan Bapa kalian, Allah-Ku dan Allah kalian”. Ucapan ini menunjukkan bahwa Yesus dan murid-murid-Nya memiliki “Allah” yang sama, tetapi relasi keduanya dengan Allah sebagai Bapa sangat berbeda. Seandainya tidak ada perbedaan relasi, Yesus pasti akan mengatakan “Bapa kita dan Allah kita”.
Hal yang sama dapat kita katakan tentang sebutan “Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus” (Rom 15:6; Ef 1:3; 1Pet 1:3). Jika relasi Yesus dan Bapa sama dengan relasi orang percaya dan Bapa, maka para penulis tidak perlu memberi penjelasan khusus bahwa mereka mengucap syukur pada “Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus”. Jika memang sama, mengapa mereka tidak memakai ungkapan “Allah dan Bapa kita” atau “Allah dan Bapa Tuhan Yesus Kristus dan kita”? Bukankah ungkapan “Allah dan Bapa kita” juga muncul di bagian lain dan hanya mencakup relasi Allah dan orang percaya (Gal 1:4; Ef 4:6; 5:20; Flp 4:20; 1Tes 1:3; 3:11; 3:13)?
Dari pemaparan di atas terlihat jelas bahwa relasi Allah dan Yesus berbeda dengan relasi Allah dan orang percaya. Di mana letak perbedaan tersebut? Dengan kata lain, apa maksud ungkapan penulis Alkitab bahwa Yesus memiliki Allah? Apakah ini berarti bahwa Allah adalah Pencipta dan Yesus adalah ciptaan? Jika ini yang benar, maka tidak ada kekhususan relasi antara Allah dan Yesus dibandingkan relasi Allah dan orang percaya. Hal ini juga akan bertentangan dengan ungkapan Alkitab bahwa Yesus adalah Yang Awal dan Yang Akhir (Wahyu 1:17-18; 22:12-13).
Kita perlu mengetahui bahwa penggunaan kata qeos (“Allah”) dalam Alkitab sangat bervariasi. Musa disebut allah bagi Firaun, sedangkan Harun adalah nabinya Musa (Kel 7:1, LXX). Iblis disebut sebagai “allah jaman ini” (2Kor 4:4). Paulus secara figuratif juga berbicara tentang mereka yang menjadikan perut sebagai allah mereka (Flp 3:19). Apakah maksud semua ungkapan di atas? Apakah Musa, iblis dan perut adalah allah dalam arti pencipta? Tentu saja tidak! Apakah allah di sini dalam arti sebagai objek penyembahan dari pihak lain? Dalam kasus Musa, makna ini pasti salah.
Jadi, Bapa adalah Allah Yesus dapat memiliki makna yang beragam. Yang paling konsisten dengan seluruh ajaran Alkitab yang lain adalah “Bapa sebagai Pribadi yang lebih tinggi daripada Yesus”, tetapi bukan berarti hakekat keilahian Bapa lebih tinggi daripada Yesus.
Doktrin tentang Tritunggal akan selalu menyisakan ruang untuk “misteri”, baik bagi mereka yang menerima maupun menolak doktrin ini. Dari semua penjelasan di atas kita dapat menarik beberapa konklusi yang nanti perlu kita sintesiskan:
Dari konklusi ini hanya ada dua kemungkinan untuk mengharmoniskan ajaran Alkitab:
Poin terakhir yang perlu kita renungkan adalah definisi tentang Allah. Apakah/siapakah Allah itu? Kita tidak akan mampu memberi penjelasan yang komprehensif tentang hal ini, namun beberapa poin berikut cukup untuk memberi gambaran tentang sifat-sifat Allah yang unik dan tidak dimiliki pribadi atau sesuatu yang ain di luar Allah:
Jika kita memahami bahwa ke-Allahan Yesus berbeda dengan ke-Allahan Bapa, kita perlu menyelidiki perbedaan tersebut. Apakah perbedaan itu mencakup tiga sifat Allah di atas? Jika iya, maka Yesus tidak dapat dikatakan sebagai Allah (dalam arti apapun!). Jika tidak, maka perbedaan itu tidak berhubungan dengan hakekat keilahian, tetapi kepribadian.
© 2021 Sekolah Teologi Awam Reformed